Kamis, 30 Desember 2010

masail fiqih

ABORSI DALAM PERSPEKTIF FIQIH
Dosen pengampu : Dr. Ahmad arifi







Disusun oleh :
1. Sony Eko Adisaputro ( 09470154 )
2. Siti Khodijah ( 09470144 )
3. Tukinem ( 09470177 )
4. M. Makmurun ( 09470165 )
5. Zulfajri ( 09470046 )
6. Alifatur Rohmah ( 09470178 )

Progam Studi Kependidikan Islam
Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yoyakarta
2010
ABORSI DALAM PERSPEKTIF FIQIH
A. Pendahuluan
Secara umum, definisi Aborsi adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu sebelum janin mampu hidup di luar kandungan. Secara spesifik ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut: “pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.” Definisi lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi merupakan proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Dalam dunia medis kedokteran dikenal dengan istilah Abortus yang berarti mengeluarkan hasil konsepsi (pertemuan sel sprema dan ovum) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Kasus Aborsi di Indonesia mencapai angka yang cukup fantastik yakni sekitar 2 juta kasus aborsi per tahun. Padahal selain faktor keselamatan bayi, keselamatan wanita hamil yang melakukan Aborsi juga sangat mengkhawatirkan dan sangat memiliki resiko kematian yang sangat besar. Angka kematian ibu akibat Aborsi mencapai sekitar 11 % dari angka kematian ibu hamil dan melahirkan yang mencapai 390 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara untuk kasus Aborsi illegal jumlahnya jauh lebih fantastik.
hukum aborsi harus dipahami dengan baik oleh umat islam, baik dari kalangan medis maupun masyarakat umumnya sebab seorang muslim syariat merupakan standar atas seluruh perbuatan yang dilakukan. Selain itu keterikatan muslim dengan syariat adalah kewajiban sebagi konsekuensi keimanan kepada Allah s.w.t.



B. Pembahasan
1. Pandangan aborsi menurut medis
Indikasi medis yaitu : seorang dokter menggugurkan kandungan seorang ibu, karena di pandangnya bahwa nyawa wanita yang bersangkutan tidak dapat tertolong, bila kandungannya di pertahankan akan , karena wadi indapi penyakit yang berbahaya.
Dalam dunia kedokteran, ada 3 macam Aborsi:
Aborsi spontan (spontaneous Abortus), ialah aborsi yang terjadi tanpa dilakukan tindakan apapun, kebanyakan terjadi karena kurang berkualitasnya sel telur dan sel sperma
Aborsi buatan/disengaja (Abortus Provocatus Criminalis), ialah pengakhiran kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagi akibat suatu tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun pelaksana (dalam hal ini dokter ataupun dukun beranak)
Aborsi Terapeutik (Abortus Provocatus Therapeuticum), yaitu aborsi buatan yang dilakukan atas indikasi medic. Misalnya ibu hamil yang menderita darah tinggii menahun atau penyakit jantung parah, yang jika dilanjutkan akan membahayakan jiwa ibu dan janin yang dikandungnya. Tetapi pengambilan tindakan ini dilakukan atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
2. Pandangan aborsi menurut sosiologis
Indikasi sosial ialah : di lakukannya pengguguran kandungan, karena di dorong oleh faktor kesulitan finansial yaitu :
Karena seorang ibu sudah menghidupi beberapa anak, padahal ia termasuk sangat miskin
Karena wanita yang hamil itu, di sebabkan oleh hasil pemerkosaan seorang pria yang tidak mau bertanggung jawab
Karena malu dikatakan di hamili oleh pria yang bukan dsuaminya
3. Pandangan aborsi terhadap psikologis
Dengan berbagai alasan orang melakukan aborsi. Tetapi alasan yang paling utama yang dipakai adalah alasan-alasan non medik. antara lain:
Tidak ingin mempunyai anak karena dapat mengganggu karir, sekolah atau tanggungjawab yang lain
Tidak memiliki cukup uang untuk merawat bayi
Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah
Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak, namun ada juga orang yang menggugurkan kandungann karena mereka tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Alasan-alasan tersebut dipakai oleh wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa melakukan pembunuhan janin yang dikandungnya adalah tindakan yang diperbolehkan dan dibenarkan padahal semua alasan tersebut sama sekali tidak berdasar. Sebaliknay alasan-alasan ini menunjukan ketidakpedulian seorang wanita yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
4. Pandangan Aborsi menurut Hukum Islam
Dari sudut pandang Islam, dalam al Quran banyak dalil yang mendukung untuk tidak melakukan tindak Aborsi: QS. 5:72, QS. 17:31
Aborsi menurut hukum Islam menurut Abdurrahman Al Baghdadi 1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah dalam Islam menyebutkan bahwa Aborsi bisa dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ruh ditiupkan yaitu 4 bulan masa kehamilan, maka jumhur fuqaha sepakat mengharamkannnya karena termasuk perbuatan membunuh tanpa haq. Sedangkan aborsi sebelum ruh ditiupkan maka ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Kesepakatan jumhur fuqoha tersebut berdasarkan hadis dari Abdullah bin Mas’ud, nabi s.a.w bersabda:
“sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, kemudian dalam bentuk ‘alaqah selama itu pula, kemudian dalam bentuk mudhghah selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya. (HR: Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi).
Dan keharaman ini dalam alqur’an juga menyatakan dalam QS: Al An’am:151, QS. Al Isra: 31 dan 33, dan QS. At Takwir: 8-9.
Sedangkan hukum aborsi yang disengaja para ulama sepakat mengharamkan aborsi setelah ditupkan ruh pada janin (setelah usia kandungan 4 bulan atau 120 hari). Sebelum usia tersebut ulama berbeda pendapat. (..2)
Menurut ulama’ Hanafiyah, diperbolehkan menggugurkan kandungan sebelum usia 120 hari, dengan alasan sebelum usia itu belum ditiupkan ruh. Dengan demikian kehidupan insannya belum dimulai. Sebagian ulama Hanafiyah berpendapat makruh apabila pengguguran tersebut tanpa udzur, dan jika terjadi pengguguran maka perbuatan itu termasuk perbuatan dosa.
Mazhab malikiyah mengharamkan terjadinya aborsi sejak terjadinya konsepsi dalam rahim ibu. Sebagian ulama Malikiyah lainnya berpendapat bahwa dmakruhkan aborsi ketika usia kandungan 40 hari. Dan apabila mencapai usia 120 hari haram hukumnya melakukan aborsi.
Pendapat yang sama dengan Malikiyah dikemukakan oleh al Ghazali dan ulama Dhahiriyah yang mengharamkan aborsi sejak terjadinya konsepsi. Dan menurut al Ghazali, keharaman tersebut bersifat mutlak.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa dimakruhkan aborsi sebelum usia kandungan mencapai 45 hari. Disamping itu ulama syafi’iyah mensyaratkan adanya kerelaan kedua belah pihak. Dan aborsi setelah 45 hari hukumnya haram.
Menurut ulama Hanbali, sebagaimana pendapat Hanafiyah memperbolehkan aborsi sebelum usia kandungan 120 hari atau sebelum ditiupkan ruh, jika lebih dari 120 hari maka hukumnya haram.
Adapun dalil syar’I yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadis nabi:
“ jika nuthfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat kepadanya, lalu dia membentuk nuthfah tersebut, dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya dan tulang belulangnya, lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘ya Tuhan-ku, “ apakah dia (akan kau tetapkan) sebagai laki-laki atau perempuan?’ maka allah kemudian member keputusan….” (HR. Muslim dan Ibn Mas’ud).
Hadis di atas menunjukkan bahw permulaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian penganiayaan terhadapnya adalah tindakan pembunuhan.
Dalam banyak kitab fikih juga disebutkan bahwa tindak aborsi boleh dilakukan jika dalam kondisi terpaksa atu darurat seperti menyelamatkan jiwa si ibu. Nyawa ibu lebih di utamakan mengingat ibu sebagai sendi keluarga yang telah mempunyai kewajiban, baik terhadap tuhan maupun sesama makhluk. Sedangkan janin sebelum ia lahir dalam keadaan hidup maka ia belum mempunyai hak dan kewajiban. Hal yang sama dapat diterapkan dalam kasus perkosaan yang mengakibatkan stress berat, jika tidak dilakukan aborsi maka berakibat sakit jiwa. Sedangkan ia telah berkonsultasi dengan ahli psikoterapi dan ahli agama tapi ia tidak berhasil.


DAFTAR PUSTAKA
1. Zuhdi masjfuk, Masail Fiqhiyah, Grafindo, Jakarta, 1997
2. Winkjosastro, Aborsi dalam perspektif fikih kontemporer, FKUI dan Fatayat NU, Jakarta, 2002.
3. mahjudin, M.PD.i, masailul fiqhiyah, kalam mulia, Jakarta : 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar