Senin, 16 April 2012

pendidikan gender di india


GENDER DALAM PENDIDIKAN DI INDIA
Makalah  ini di susun untuk memenuhi tugas Perbadingan Pendidikan Negara Islam
Dosen pengapu : Prof. Dr. Abd. Rachman Assegaf dan Imam Zamroni, M.Si
logo uin terbaru

Disusun oleh :
Nama                    : Sony Eko Adisaputro
NIM                      : 09470154


JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012


Abstrak
Pada sejarahnya perempuan masih dianggap sebagai jenis kelamin kedua. Mereka tidak pernah menikmati status yang sama dalam masyarakat bahkan perempuan kehilangan kebebasannya yang berhubungan dengan perkembangan institusi keluarga. Mereka masih dianggap sebagai bawahan laki-laki. Dalam hal pendidikan juga masih banyak kaum perempuan yang masih buta huruf, hampir 50% di India kaum perempuan tidk bisa membaca dan menulis. Terutama pada masyarakat yang tidak mampu mereka masih mengacu dengan tradisi budayanya dimana perempuan sebagai ibu rumah tangga yang hanya mengetahui kebutuhan makan keluarga saja. Penelitian ini menggunakan metode library research dengan analisis diskritif, yaitu untuk mengkaji kedudukan perempuan dalam sistem kebijakan pendidikan di India. Secara tertulis telah terjadi konflik tentang hak-hak perempuan yang selalu dianggap rendah bahkan dalam kalangan masyarakat menganggap perempuan yang tidak bisa melahirkan dianggap tidak sempurna dan perempuan yang melahirkan anak laki-laki sajalah yang bisa menikmati status isimewa dari masyarakat dan apabila melahirkan anak perempuan mereka akan merasa bersalah ataupun dibuat merasa bersalah. Di samping itu penelitian ini juga menggunakan penelitian kualitatif. Cara mendapatkan data dengan cara membaca artikel-artikel yang ada di internet, membaca buku tentang sejarah penindasan perempuan.








A.  Latar Belakang
Isu gender di era global ini  adalah masalah penindasan, kekerasan, dan persamaan Hak dalam keluarga, masyarakat, dan negara. Dan masalah yang sering muncul di era global ini adalah banyaknya perdagangan perempuan, dan pelacuran karena keterpaksaan yang umumnya timbul dari berbagai faktor yang saling terkait antara lain kemiskinan, pengangguran, serta rendahnya tingkat pendidikan. Masalah ini juga disebabkan secara sosial atau kultural. Dalam suatau negara masih ada yang beranggapan bahwa perempuan adalah jenis kelamin kedua yang dianggap perempuan dibawah laki-laki, bahkan dalam status keluarga bahwa perempuan yang tidak bisa melahirkan maka mereka menganggap perempuan itu tidak sempurna dan apaibala perempuan melahirkan anak laki-laki maka hak istimewalah yang dapat dinikmati dan dipandang sempurna oleh masyarakat.
Dalam era reformasi ini terbukalah bagi setiap warga negara untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintah. Dengan adanya pembaharuan pemmberdayaan perempuan dalam pembangunan dibidang politik telah diwujudkan dengan terpilihnya seorang perempuan sebagai presiden, yang menjadikan langkah awal dan langkah maju yang signifikan bagi kaum perempuan disebuah negara di mana jutaan perempuan menghadapi kekerasan, diskriminasi, kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah.
Perkembangan beradapan di dunia barat dan timur yang semula tumbuh dalam lingkup budaya dan idiologi praktris telah tekikis dengan meninggalkan dampak negatif diberbagai aspek kehidupan dan struktur masyarakat serta telah menciptakan ketimpangan gender.
Kebudayaan global telah mendesak kepentingan kepentingan kesetaraan gender keseluruh penjuru dunia termasuk India. Dalam negara India telah melepaskan pemahaman kuno yang memandang perempuan hanyalah sebagai jenis kelamin kedua yang dibawah laki-laki, dan berpandangan bahwa keluarga yang mempunyai anak laki-laki dianggap sebagai keluarga yang sempurna dan memiliki status sosial yang tinggi.


B.  Pembahasan 
Istilah gender dalam bukunya Mansur Faqih adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun kultural.[1] Sedangkan menurut oakley yang dikutip dari jurnalnya Siswanto menyatakan bahwa gender adalah perbedaan atau jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan melainkan diciptakan oleh laki-laki dam perempuan melalui proses sosial dan budaya panjang.[2]
Perbedaan gender terbentuk karena banyaknya hal yang diantranya dibentuk secara sosial ataupun kultural melalui ajaran budaya maupun negara. Melalui peroses panjang bahwa gender seolah-olah sebagai kehendak Tuhan.[3]sebaliknya melalui delektika sosial gender  secara perlahan-lahan mempengaruhi biologis masing-masing.
Sebagaimana kita ketahui bahwa perkembangan masyarakat tradisional tumbuh dalam lingkup budaya dan ideologi  patriaki. Patriaki adalah salah satu rintangan terbesar untuk mendapatkan keadilan gender.[4]  Di negara-negara barat dan timur budaya tersebut terlebih dahulu terkikis sejalan dengan perkembangan teknologi, demokrasi dan lain-lain yang mendudukan persamaan dan keadilan sebagai nilai sentral, namun di negara India budaya dan ideologi tersebut masih sangat kental dan mewarnai berbagai aspek kehidupan dan struktur masyarakat, serta menciptakan ketimpangan-ketimpangan gender. Seperti halnya yang di alami oleh redhika warga India yang telah melahirkan anak perempuan, dia berjuang untuk melahirkan namun setelah dikaetahui bahwa anaknya perempuan dari pihak keluarga tidak ada satu pun yang menjenguk redhika, dikarenakan pihak keluarga tidak menginginkan bayi perempuan menjadi bagian keluarga. Disana beranggapan bahwa memiliki anak laki-laki mempunyai status tertinggi dalam masyarakat.[5]
Budaya dan ideologi bukan satu hal yang turun dari langit, ia di bentuk oleh manusia dan disosialisasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bagi masyarakat tradisional patriaki di pandang sebagai hal yang tak perlu dipemersalahkan, karena hal itu dikaitkan dengan kodrat dan kekuasaan Tuhan. Sehingga perbedaan manusia diambil berdasarkan kitab-kitab keagamaan, dan kemudian dinyatakan hukum-hukum agama itu bersifat ilahai dan suci, atau tidak dapat di ubah.
Mesti demikian gerakan perempuan tetap bejuang maju sedikit demi sedikit, banyak kaum perempuan khususnya kaum elit yang terberatkan dengan tradisi tersebut, dan mereka beranggapan bahwa hukum yang didasarkan agama adalah ketinggalan zaman dan reaktif, oleh karena hukum-hukum tersebut harusnya dibuang.[6] Pergerakan ini dapat dibuktikan oleh petil warga India melalui sosial politik dia menjadi presiden perempuan pertama di India, dengan ini langkah maju yang signifikan bagi kaum perempuan.[7]
Dalam kebijakan pemerintah India telah mereview dengan menambah kebutuhan pendidikan bagi kaum perempuan, dan kebijakan ini telah dirumuskan dan diperbaruhi pada tahun 1992.[8] Akan tetapi pergerakan itu masih kurang karena masih banyak perempuan di India yang mengalami diskriminasi terutama dari kalangan bawah yang miskin akan pendidikan dengan contoh tingkat buta huruf pada perempuan sangat tinggi hampir 50 % perempuan di India tidak bisa membaca dan menulis.[9]
Hal ini beda halnya dengan kebijakan pemerintah di Indonesia yang dimana dalam undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa Sistem Pendidikan Indonesia harus mampu menjamin pemerataan, kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevensi dan efisiensi manajemen pendidikan.
Namun pada tataran internasional telah disepakati kebijakan tentang “Education for All” di Dekar Senegral dengan salah satu komponennya adalah kesetaraan gender dalam bidang pendidikan yaitu :
1.      Menjamin bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk minoritas etnik mempunnyai akses dalam menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan kualitas yang baik.
2.      Mencapai perbaikan 50% pada tingkat literacy orang dewasa menjelang tahun 2015, terutama bagi kaum perempuan dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa.
3.      Menghapus disparitas gender di pendidikan dasar dan menengah menjelang tahun 2005, dan mencapai persamaan pendidikan menjelang tahun 2015 dengan suatu fokus jaminan bagi perempuan atas akses penuh dan prestasi yang sama dalam pendidikan dasar yang berkualitas baik.
4.      Melaksanakan strategi-strategi terpadu untuk persamaan gender dalam pendidikan yang mengakui perlunya perubahan sikap, nilai dan praktik.[10]









Kesimpulan
Kesetaraan gender dan pembangunan gender adalah isu-isu penting bagi pemerintahan yang akan membuat suatu kebijakan baik dalam kebijakan pendidikan, kesehatan, perekonomian dan lain-lain.
Dalam kebijakan pendidikan di India juga telah mengalami perubahan yaitu dengan meambah kebutuhan pendidikan bagi kaum perempuan, akan tetapi pendidikan bagi kaum perempuan masih belum merata khususnya bagi kaum miskin yang 50% masih mengalami kebutaan huruf.
pada tataran internasional telah disepakati kebijakan tentang “Education for All” di Dekar Senegral dengan salah satu komponennya adalah kesetaraan gender dalam bidang pendidikan yaitu :
1.      Menjamin bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk minoritas etnik mempunnyai akses dalam menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan kualitas yang baik.
2.      Mencapai perbaikan 50% pada tingkat literacy orang dewasa menjelang tahun 2015, terutama bagi kaum perempuan dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa.
3.      Menghapus disparitas gender di pendidikan dasar dan menengah menjelang tahun 2005, dan mencapai persamaan pendidikan menjelang tahun 2015 dengan suatu fokus jaminan bagi perempuan atas akses penuh dan prestasi yang sama dalam pendidikan dasar yang berkualitas baik.
4.      Melaksanakan strategi-strategi terpadu untuk persamaan gender dalam pendidikan yang mengakui perlunya perubahan sikap, nilai dan praktik



Daftar Pustaka
Ali Engineer, Asghar. 2007. Pembebasan Perempuan.Yogyakarta:LkiS

Amin,Qasim.2003. Sejarah Penindasan Perempuan Menggugal Islam Laki-laki Menggurat Perempuan Baru. Yogyakarta : IRCISod.
Assegaf,Abd. Rachman. 2003 Internasionalisasi Pendidikan Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara- Negara Islam dan Barat. Yogyakarta : Gama Media.
Fakih,Mansour1999. Analisis Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nurhaeni,Ismi Dwi Astuti. 2009. Reformasi Kebijakan Pendidikan Menuju Kesetaraan & Keadilan Gender. Solo : Lembaga Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan percetakan UNS(UNS Pers.
http://wordpress.com.Radhika India gender diskriminasi// 
http://id.hicow.com/kesetaraan-gender/india/laki-laki-164265.html




[1] Mansour Fakih,Analisis Gender & Transformasi Sosial, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999)hal 8
[2] http://scribd. gender dan pendidikan.com tgl 18-03-2012 jam 11.45
[3] Qasim Amin,Sejarah Penindasan Perempuan Menggugal Islam Laki-laki Menggurat Perempuan Baru,(Yogyakarta , IRCISod, 2003)hal 47
[4]Asghar Ali Engineer,Pembebasan Perempuan,(Yogyakarta,LkiS, 2007) hal 4
[5] http://wordpress.com.Radhika India gender diskriminasi//  tgl 18-03-2012, jam 11.45
[6] Asghar Ali Engineer,Pembebasan Perempuan,(Yogyakarta,LkiS, 2007) hal 5
[8] Abd. Rachman Assegaf, Internasionalisasi Pendidikan Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara- Negara Islam dan Barat,(Yogyakarta, Gama Media,2003)hal 141
[10] Ismi Dwi Astuti Nurhaeni,Reformasi Kebijakan Pendidikan Menuju Kesetaraan & Keadilan Gender,(Solo, Lembaga Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan percetakan UNS(UNS Pers),2009)hal 1-2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar