Minggu, 12 Desember 2010

madzab hanafi

MADZHAB IMAM HANAFI

BAB I
PENDAHULUAN


         Alloh menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhamad untuk disampaikan
kepada umatnya sebagai sumber rujukan dan pedoman hidup yang paling utama dan pertama bagi umat islam.Hakikat diturunkannya Al-Qur’an diantaranya untuk menjadi acuan para ulama ahlul fiqh dalam memutuskan suatu permasalahan sebagai rujukan sebelum hadits, secara universal bertujuan untuk memecahkan problem sosial yang timbul di dalam kehidupan masyarakat. Hukum-hukum dalam islam:
1.      Wajib : suatu hukum perintah menurut untuk dikerjakan, apabila dikerjakan mendapat pahala dan tidak dikerjakan mendapat dosa.
2.      Sunnah : Suatu hukum anjuran yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak mendapat apa-apa.
3.      Haram : Suatu hukum larangan yang apabila dikerjakan akan mendapat dosa dan apabila dikerjakan akan mendapat pahala.
4.      Makruh : Suatu hukum larangan yang tidak mengharuskan, apabila tidak dikerjakan akan mendapat pahalatetapi bila dikerjakan tidak mendapat apa-apa.
5.      Mubah : Suatu hukum apabila dikerjakan dan tidak dikerjakan tidak mendapat apa-apa.

Sedangkan hukum dilihat dari pengambilannya dapat dibagi menjadi empat macam :




Hukum yang diambil dari nas yang tegas, yakin adanya dan yakin pula maksudnya menunjukan hukum tersbut. Hukum seperti ini tetap tidak berubah dan wajib dijalankan oleh kaum muslimin, tidak seorangpun membantahnya. Seperi sholat lima waktu, zakat, haji dan syarat sah jual-beli dengan suka rela.



Hukum yang diambil dari nas yang tidak yakin maksudnya terhadap hukum tersebut. Jalan seperti ini terbukalah jalan bagi mujtahid untuk berijtihad dalam batas memahami nas, para mujtahid boleh mewujudkan hukum untuk menguatkan salah satu hukum dengan berijtihadnya. Seperti boleh atau tidaknya khiyar majlis bagi dua orang yang berjual-beli dalam memahami hadits.




Dua orang jual-beli boleh memilih antara meneruskan jual beli atau tidak selama keduanya belum berpisah.



Hukum yang tidak ada nas, baik secara pasti maupun secara dugaan tetepi pada suatu masa telah sepakat nujtahid atas hukum-hukumnya.



Hukum yang tidak dari nas baik qot’i ataupun zani dan tidak pula ada kesepakatan mujtahid atas hukum islam. Setiap yang banyak menghiasi kitab-kitab fiqh madzhab yang kita lihat pada saat ini, hukum seperti ini adalah buah dari pendapat salah seorang mujtahid menurut asa yang sesuai dengan akal pikiran dan keadaan lingkungan masing-masing waktu terjadinya peristiwa itu.































BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah fiqh pada madzhab Imam Hanafi
Sebagaimana telah diuraikan diatas, alim ‘ulama cerdik dan pandai dalam menghadapi berbagai soal, apabila tidak ada nas dari Al-Qur’an atau Hadits mereka berijtihad untuk menetapkan hukum peristiwa itu. Hukum yang di dapat dari seseorang ijtihad dinamakan Madzhab. Banyak ulama yanng mempunyai madzhab yang terkenal, mereka mempunyai madhab sendiri-sendiri walaupun madzhab mereka tidak berkembang seperti empat madzhab, mungkin karena pendukungnya kurang setelah ditinggalkan penyusunnya.
Adapun madzhab yang empat terus menerus mendapat dukungan dari ‘ulama muslim sampai sekarang beratus-ratus kitab telah ditulis dan disusun dari zaman kezaman.
Penyusun fiqh madzhab Hanafi yaitu Imam Abu Hanifah, beliau dilahirkan pada tahun 80 H / 699 dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 150 H. Beliau belajar dari kuffah dan disanalah beliau mulai menyusun madzhabnya, kemudian beliau berfatwa mengembangkan ilmu pengetahuan di Baghdad. Beliau memberikan penerangan kepada segenap lapisan muslim, sehingga beliau terkenal sebagai seorang alim yang terbesar di masa itu. Mahir dalam ilmu fiqh serta pandai mengistimbatkan hukum dari Al-qur’andan Hadits.
Menurut riwayat yang dipercaya, beliau adalh wad’i ilmu fiqh ( yang mula-mula menyusun fiqh sebagaimana susunan sekarang ini ). Beberapa ulama telah bergail dengan Abu Hanifah, mereka mempelajari madzhab beliau dan hukum yang mereka dapat dari beliau itu mereka tulis. Mereka ebagai pendukung madzhab Abu Hanifah kemudian sebagian besar dari mereka menyelidiki dan memeriksa hukum-hukum dan memeriksa dalilnya, serta disesuaikan dengan keadaan-keadaan kefaedahan dan kemudharatannya sehingga beberapa diantara mereka ad yang tidak mufakat terhadap sebagian dari hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Imam tadi, bahkan mereka tetap hukumnya menurut pendapat mereka sendiri. Berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah, mereka inilah yang dinamakan sahabat-sahabat Abu Hanifah, diantaranya yaitu : Abu Yusuf, Muhamad bin Hasan dan Zufar. Madzhab ini banyak tersiar di Baghdad, Parsi, Bughara, Mesir, Syam, dan tempat-temoat lainnya.

B. Karaktristik
Imam Hanafi merupakan imam yang melakukan ijtihad dan menggunakan rasionya dalam menghadapi problem-problem fiqh, hal ini karena beberapa faktor :
1.      Karena beliau bukan orang Arab, tetapi keturunan Persia yang lahir dan di besarkan di Kuffah atau Irak yang jauh dari Hijaz, tempat wahyu diturunkan, tempat tumbuhnya Hadits dan tempat parasahabat Nabi.
2.      Kuffah atau Irak meripakan masyarakat yang sudah banyak mengenal kebudayaan dan peradaban.
3.      Abu Haniffah tidak hanya mahir dalam ilmu agama tetapi juga mahir dalam ilmu perdagangan.


C. Ruang Lingkup Fiqh
         Fiqh dalam madzhab Hanafi dikelompokan kedalam pembahasan berikut :
v  Kenajisan
Para Imam madzhab sepakat tentang najisnya khamar, kecuali sebuah riwayat dari Dawud azh- Zhahiri yang mengatakan kesucian tetapi mengharamkannya. Mereka sepakat bahwa apabila khamar berubah menjadi cuka dengan sendirinya, maka hukumnya menjadi suci, Namun, jika khamar berubah menjadi cuka karena dicampur dengan sesuatu.
Menurut Hanafi: khamar boleh dibuat cuka, dan apabila telah menjadi cuka maka hukumnya adalah suci dan halal.
Imam Syafi’i dan Hambali : Anjing adalah najis. Benjana yang dijilat Anjing adalah najis, tetapi bekas jilatannya boleh dicuci sebagaimana kita mencuci najis lainnya. Apabila diduga bahwa najisnya belum hilang, maka bekas jilatan itu harus dibasuh lagi hingga diyakini telah bersih, walaupun harus dibasuh 20x.
v  Thaharah
Perihal bersuci meliputi beberapa perkara, diantaranya :
1.      Alat bersuci, seperti air, tanah, dsb.
2.      Kaifiat ( cara ) bersuci.
3.      Macam-macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan
4.      Benda yang wajib disucikan.
5.      Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.
Para ulama sepakat bahwa bersuci tidak sah kecuali dengan air. Macam-macam air dan pembagiannya :
1.      Air yang suci dan mensucikan
2.      Air suci tetapi tidak mensucikan
3.      Air yang bernajis
4.      Air yang makruh
v  Sebab-sebab Hadats
Menurut Imam Hanafi : Air kencing dan ketemu yang keluar dari dua saluran qubul dan dubur membatalkan wudhu kecuali angin yang keluar dari kemaluan yang menurutnya tidak membatalkan wudhu.
Imam madzhab bersepakat menyentuh kemaluannya dengan selain tangan, wudhunya tidak batal. Namun, mereka berbeda pendapat tentang orang yang menyentuh kemaluan dengan tangan. Tetapi madzhab Hanafi tidak membatalkan wudhu secara mutlak denan sisi tangan mana saja ia menyantuh.
v  Jenazah
Empat madzhab sepakat bahwa memandikan jenazah bahwa hukum-hukumnya adalah fardhu kifayah.
Manakah yang lebih utama, memandikan dean telanjang atau mamakai gamis? Hanafi dan maliki berpendapat : Dalam keadaan bertelanjang lebih utama asalkan tertutup auratnya. Beberapa kewajiban yany berhubungan denan mayat yang apabila seorang muslim meninggal, maka fardhu kifayah atas orang hidup menyelenggaraka empat perkara :
1.      Memandikan mayat
2.      Menakafani mayat
3.      Menyolatkan mayat
4.      Mengkuburkan mayat
v  Hukum jual-beli
Para ulama mujtahid sepakat bahwa jual-beli dibatalkan, sedangkan riba diharamkan, Para Imam madzhab sepakat bahwa jual-beli itu dianggap sah jika dilakuka oleh orang yang sudah baligh, berakal, kemauan sendiri dan berhak membelanjakan hartanya. Oleh karena itu jual –beli tidak sah jika dilakukan orang gila.
Hukum-hukum jual-beli :
1.      Mubah ( boleh ) merupakan asal hukum jual beli
2.      Wajib
3.      Haram
4.      Sunnah
v  Hak Asuh Anak
Para Imam madzhab berpendapat tentang suami istri yang bercerai, sedangkan mereka mempunyai anak. Siapakah yang berhak mempelihara anaknya??
Menirit pendapat Imam Hanafi dalam salah satu riwayatnya, ibu lebih berhak atas anaknya hingga anak itu besar dan dapat berdiri sendiri dalam memenuhi keperlusn msksn,minum, pakaian, beristinja’dan berwudhu.Setelsh itu, bapaknya lebih berhak mempeliharanya. Sedangkan untuk anak perempuan, ibu lebih berhak memeliharanya hingga ia dewasa,dan tidak diberi piliha

D. Produk
Kitab Ushul fiqh yang disusun menurut aliran Hanafiyah antara lain adalah :
1.      Taqwin Al-Adillah, karya Imam Abu Zaid Al-Dabbusi ( w. 432 H ) yang merupakan buku ushul fiqh standar dalam madzhab Hanafi, dicetak pertama di al-mathba’ah al-amiriyah di Kairo Mesir.
2.      Ushul Al-Syarakhshi, karya Imam Muhammad Ibnu Ahmad Syam Al-Aimah Al-Syarakhi ( w. 483 )yang merupakan buku masyhur diberbagai kalangan dan menjadi rujukan utama dalam madzhab Hanafi. Buku ini terdiri dari dua jilid dan terakhir diterbitkan oleh Dar Al-Islamiyah bairut pada tahun 1413 H.
3.      Kariz Al-wusul ila ma’rifat al-ushul atau ushul al-bazdawi, karya Farkh al-islam al-bazdawi, buku ini telah banyak disyarahkan oleh para ahlinya. Buku ini dicetak dalam dua jilid pada makhtab al-syirkah.
4.      Manar al-anwar, karya Abu Al-barakat Abdulloh Ibnu Amad Ibnu Muhamad al-nasafi ( w. 710 ). Buku ini telah banyak disyarahkan, antara lain terbit dengan judul Kasuf Al-asror yang dicetak oleh Dar Al-kutub Al-islamiyah Bairut tahun 1406 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar